Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan
kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan
metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh
pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu,
macam-macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup
banyak. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama
penemunya. Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia
yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap
persenyawaan.
Media yang digunakan biasanya berupa garam mineral,
vitamin, dan hormon. Selain itu diperlukan juga bahan tambahan seperti
agar-agar, gula, arang aktif, bahan organik dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh
yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenis maupun jumlahnya. Medium yang
sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Medium yang
digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf agar
tidak terjadi kontaminasi dari bakteri maupun cendawan. Komposisi media yang
digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda jenis dan konsentrasinya.
Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan
perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara invitro.
Formulasi media
kultur jaringan pertama kali dibuat berdasarkan komposisi larutan yang
digunakan untuk hidroponik, khususnya komposisi unsur-unsur makronya.
Unsur-unsur hara diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Koposisis media
dan perkembangan formulasinya didasarkan pada jenis jaringan, organ dan tanaman
yang digunakan serta pendekatan dari masing-masing peneliti. Beberapa jenis
sensitif terhadap konsentrasi senyawa makro tinggi atau membutuhkan zat
pengatur tertentu untuk pertumbuhannya. Pada periode tahun 1930an, formulasi
media terutama ditujukan untuk menumbuhkan akar, tuber dan kambium. Media untuk
penumbuhan akar yang dikembangkan oleh White 1934, pertama White menggunakan
media yang berisi garam anorganik, yeast ekstrak dan sucrose, tetapi kemudian
yeast ekstrak digantikan dengan 3 macam vitamin B, yaitu pyridoxine, thiamine
dan nicotinic acid.
1. Media Knop
Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya
ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam
kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine,
cysteine-HCl dan IAA (Dodds and Roberts
2. Media White
Dikembangkan
oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan
bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang
dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S pada media untuk tumor
bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan
kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi
dari media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang
umum digunakan sekarang.
3. Media Knudson dan media Vacin and Went
Media ini
dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun dapat
tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat.
Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM
NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan
NH4+ ternyata dibutuhkan
untuk perkembangan protocorm. Media Nitsch &
Nitsch, menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk
mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium
khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun.
Pertumbuhan sel
dari jaringan suatu organ dibandingkan dengan jaringan tumor tanaman Venca
rosea (Catharanthus roseus), menunjukkan bahwa penambahan ammonium ke dalam
media White yang sudah dimodifikasi, mempunyai pertumbuhan yang lebih baik.
Konsentrasi NO3-, NH4-, K+ dan H2PO4- yang diperoleh, hampir sama dengan yang
dikembangkan oleh Miller.
4. Media Murashige & Skoog (media MS)
Merupakan
perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang
mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS
mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N
ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15
kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari
media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur
makro lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro
dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini
sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling
banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan
media MS, sehingga dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut,
antara lain media :
11. Lin
& Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS,
dan memodifikasi : 9 mM ammonium
nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm,
tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian
digunakan oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur jaringan wortel
dan juga digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta
Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur anther.
12. Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh
Durzan et alI (1973 dalam Gunawan 1988) untuk
kultur suspensi sel white spruce dengan
cara mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan
menambah konsentrasi Ca2+ nya.
3. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan konsentrasi
NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea
glabra.
Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi pengendapan persenyawaan, ini terlihat jelas pada media cair. Kebanyakan dari persenyawaan yang mengendap adalah fosfat dan besi, kemudian dalam jumlah yang lebih sedikit adalah Ca, K, N, Zn dan Mn. Senyawa paling sedikit adalah senyawa yang mengandung unsur C, Mg, H, Si, Mo, S, Ca dan Co. Setelah tujuh hari dibiarkan, maka kira-kira 50% dari Fe dan 13% dari PO4+, mengendap (Dalton et al, 1983). Pengendapan unsur-unsur tersebut mungkin tidak penting, karena unsur-unsur tersebut masih tersedia bagi jaringan tanaman dan pengaruh pengendapannya belum diketahui. Untuk mengatasi pengendapan Fe, Dalton dan grupnya menganjurkan supaya konsentrasi Fe dikurangi sampai 1/3 dengan EDTA yang tetap.
5. Media Gamborg B5 (media B5)
Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi
nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media
B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai
media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5
juga digunakan untuk kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi
PRL-4, media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi
yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang
diberikan setelah 1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara 0.5-3 mM
(Gamborg et al, 1968).
6. Media Schenk & Hildebrant (media SH)
Merupakan media yang juga cukup terkenal,
untuk kultur kalus tanaman monokotil dan dikotil. Konsentrasi ion-ion dalam
komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada media Gamborg dengan
perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk
& Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam
media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan
sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk
pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman
tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman
legume.
7. Media WPM (Woody Plant Medium)
Yang
dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi
ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman
berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih
tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk
perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.
8. Media
N6
Media N6 mempunyai ciri perbandingan NH₄⁺ dan NO₃⁻ yang jauh perbandinganya.
Amonium yang diberikan dalam bentuk (NH₄)SO₄ hanya sebanyak 363 mg/l, sedangkan KNO₃ 2830 mg/l.
Pada umumnya media kultur jaringan dibedakan
menjadi media dasar dan media perlakuan. Resep media dasar adalah resep
kombinasi zat yang mengandung hara esensial (makro dan mikro), sumber energi
dan vitamin. Dalam teknik kultur jaringan dikenal puluhan macam media dasar.
Penamaan resep media dasar pada umumnya diambil dari nama penemunya atau
peneliti yang menggunakan pertama kali dalam kultur khusus dan memperoleh suatu
hasil yang penting artinya.
Beberapa media dasar yang banyak digunakan antara
lain:
1.
Media dasar Murhasige dan skoog (1962) yang dapat
digunakan untuk hampir semua jenis kultur, terutama pada tanaman herbaceous.
2.
Media dasar B5 untuk kultur sel kedelai, alfafa, dan
legume lain.
3.
Media dasar White (1934) yang sangat cocok untuk
kultur akar tanaman tomat.
4.
Media dasar Vacin dan Went yang biasa digunakan untuk
kultur jaringan anggrek.
5.
Media dasar Nitsch dan Nitsch yang biasa digunakan
dalam kultur tepung sari (pollen) dan kultur sel.
6.
Media dasar schenk dan Hildebrandt (1972) atau media
SH yang cocok untuk kultur jaringan tanaman-tanaman monokotil.
7.
Medium khusus tanaman berkayu atau Woody Plant Medium
(WPM)
8.
Media N6 untuk serealia terutama padi.
Assalamu'alaikum, afwan, dimana bisa dapat media untuk kultur jaringan tersebut
BalasHapusdi rumah klean
BalasHapus